/* Input Field CSS */

Prinsip dasar Bisnis Mengutamakan Kepuasan Pelanggan dan Keuntungan yang Halal

 


Dalam dunia bisnis, tujuan utama seringkali diidentikkan dengan keuntungan finansial semata. Namun, hakikat bisnis yang sebenarnya jauh lebih dalam. Bisnis idealnya bertujuan untuk memuaskan pelanggan, memberikan keuntungan yang wajar bagi perusahaan, dan pada akhirnya, menafkahi keluarga, karyawan, serta menjadi sarana ibadah. Tentu saja, semua ini harus dilakukan dalam koridor syariah, yaitu halal dan thayyib.

Jika tujuan bisnis begitu mulia, mengapa banyak pelaku bisnis yang terjebak dalam trik-trik penjualan yang rumit dan bahkan manipulatif? Mari kita kembali ke formula dasar jual beli: harga versus nilai (value). Harga adalah apa yang dibayarkan, baik materi maupun non-materi, seperti uang, waktu, dan tenaga. Nilai, di sisi lain, adalah sesuatu yang diharapkan oleh konsumen sebelum mereka merasakan produk atau jasa tersebut. Nilai ini bisa bersifat rasional (misalnya, kualitas bahan) atau emosional (misalnya, layanan yang ramah).

Konsumen bersedia membayar jika nilai yang diharapkan lebih besar atau setidaknya sama dengan harga yang dibayarkan. Setelah pembelian terjadi, konsumen akan menilai apakah nilai yang didapatkan sesuai dengan harapan mereka. Jika ya, bahkan lebih, maka kepuasan tercipta, doa baik terucap, dan keberkahan mengalir. Lebih dari itu, loyalitas pelanggan dan rekomendasi positif akan mengikuti.

Sebaliknya, jika harga yang dibayarkan dirasa terlalu mahal dibandingkan nilai yang didapatkan, kekecewaan tak terhindarkan. Sayangnya, banyak konsumen Indonesia yang memilih diam saat kecewa. Bisnis mungkin tetap berjalan, namun korban baru terus berjatuhan. Sampai akhirnya, grafik penjualan menurun drastis dan bisnis terpaksa tutup.

Yang penting kan sudah balik modal," kata seorang pengusaha. Ini adalah pola pikir yang keliru. Bisnis yang sukses tidak hanya memikirkan keuntungan sesaat, tetapi juga dampak jangka panjang terhadap pelanggan dan masyarakat. Keuntungan yang diperoleh dengan cara yang tidak thayyib akan membawa risiko, baik di dunia maupun di akhirat.

Lantas, apa yang menyebabkan perilaku manipulatif dalam bisnis? Bisa jadi keserakahan, pengaruh lingkungan, atau sistem yang bobrok. Namun, kita tidak bisa membiarkan kezaliman menjadi hal yang lazim. Kita harus membudayakan kejujuran, seperti yang diajarkan oleh Rasulullah SAW.

Jika kita ragu apakah suatu trik pemasaran itu sesat atau tidak, tanyakan pada diri sendiri: "Apakah ini sesuai dengan tuntunan Rasulullah?" Jangan mencari pembenaran dengan dalih perbedaan zaman atau teknologi. Prinsip dasar bisnis tetap sama: saling ridha, tidak merugikan diri sendiri maupun orang lain.

Perhatikanlah bisnis-bisnis yang bertahan lama. Mereka mengutamakan produk yang berkualitas dan memuaskan pelanggan. Meskipun pertumbuhan mereka mungkin lebih lambat, keberkahan akan menyertai. Pertumbuhan yang tidak organik seringkali mengurangi keberkahan rezeki.

Mari kita bangun bisnis yang tidak hanya menguntungkan secara finansial, tetapi juga membawa berkah bagi semua pihak.

Blog Post

Related Post

Back to Top

Cari Artikel


Pageviews

Flag Counter